Makalah Ekonomi Islam
Jumat,
25 Januari 2013
Daftar Isi
KATA PENGANTAR
A. PENDAHULUAN............................................................................................................ 1
B.
PEMBAHASAN................................................................................................................ 2
1. Sejarah Ekonomi
Islam......................................................................... 2
2. Pengertian
Ekonomi Islam.................................................................... 3
3. Asas Ekonomi
Islam.............................................................................. 3
4. Pandangan Islam
terhadap Ekonomi................................................... 5
5. Politik Ekonomi
Islam........................................................................... 6
6. Kaidah umum
perekonomian............................................................... 8
C.
KESIMPULAN................................................................................................................. 10
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................. 11
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, atas karunia
rahmat hidayah-Nya, kegiatan penyusunan makalah dapat terlaksana dengan baik.
Penyusunan makalah ini merupakan salah satu kegiatan proses
belajar-mengajar dalam kampus STAIN Padangsidimpuan, dalam upaya meningkatkan
kemampuan mahasiswa dalam meningkatkan ilmu pengetahuan yang bernuansa Islami.
Makalah yang berjudul EKONOMI ISLAM ini menyajikan tentang bagaimana
ekonomi yang sesuai dengan syari’at Islam. Makalah ini berasal dari kumpulan berbagai buku
dan situs yang kami cari, kemudian sedemikian rupa kami
singkat menjadi sebuah makalah.
Pemakalah juga mengucapkan
terima kasih kepada Dosen pengajar yang telah memberikan kami bimbingan dan
bantuan dalam penyelesaian makalah ini. Akhirnya, semoga Allah meridhoi
kegiatan penyusunan makalah ini dan
memberikan manfaat bagi kita semua yang membacanya.
A. PENDAHULUAN
Perkembangan ekonomi Islam dalam
tataran praktis maupun akademis sangat pesat. Hal ini dapat dilihat dari data
statistik perbankan syari’ah yang dikeluarkan tiap bulannya oleh bank
Indonesia, juga penelitian di bidang perbankan syari’ah, mulai dari soal
faktor-faktor yang memengaruhi minat masyarakat untuk menggunakan jasa
perbankan syari’ah, bidang investasi syari’ah, hingga soal model pemberdayaan
dana zakat di Indonesia.
Inti asas ekonomi Islam adalah hak
milik. Hak milik itu terdiri dari hak milik pribadi, hak milik umum, dan milik
Negara. Dalam realitas, banyak praktik ekonomi (mikro maupun makro) mengalami
kegagalan disebabkan kekeliruan pemahaman mengenai hak milik, seperti
mendapatkan harta korupsi atau suap untuk membangun fasilitas umum dianggap
benar, kebijakan sumber daya air, kebijakan sumber daya alam dan energi,
kebijakan pengentasan kemiskinan, kebijakan privatisasi BUMN Milik Umum,
kenaikan harga BBM dan berbagai penyimpangan lainnya.
B. PEMBAHASAN
1. Sejarah
Ekonomi Islam
Sebenarnya ada dua macam sejarah
ekonomi. Pertama adalah sejarah pemikiran ekonomi yang merefleksikan evolusi
pemikiran tentang ekonomi. Dan kedua adalah sejarah perekonomian yang
menggambarkan bagaimana perekonomian itu bisa menjadi perekonomian suatu bangsa,
misalnya Inggris atau Jepang, bias pula suatu kawasan misalnya Eropa Barat,
Timur jauh atau Asia Tenggara, dan bahkan perekonomian dunia berkembang.
Pemikiran ekonomi Islam berusia setua Islam itu sendiri.
Sepanjang 14 abad sejarah Islam kita menemukan studi yang berkelanjutan tentang
isu ekonomi dalam pandangan syari’ah.[1][1] Sebagian besar diskusi ini hanya
terkubur dalam literatur tafsir Al-Qur’an, sarah Hadits, dasar-dasar hukum
Ushul fiqih dan Hukum Fiqih. Belum ada usaha yang dilakukan untuk mengkaji
lebih dalam materi-materi ini dan menyajikannya secara sistematis. Studi ini
dan studi filsafat moral dan histografi mendapatkan perhatian ketika ilmu
social yang baru dilahirkan tersebut menjadi kurikulum di Universitas Negara
muslim dan para sarjana mulai menjari warisan Islam di bidang ini.
Beberapa usaha telah dilakukan akhir-akhir ini untuk
mempelajari ilmu ekonomi yang telah diajarkan oleh Al-Qur’an dan Sunnah. Karena
isi kedua sumber ini bersifat ketuhanan, ekonomi Islam hanya berupa
interpretasi manusia itu sendiri yang dalam hal ini menampakkan ciri khas
pemikiran ekonomi dalam Islam. Pengajaran ekonomi di dalam Al-Qur’an dan Sunnah
bersifat Universal, tetapi manusia mencoba menginterpretasikan dan
mengaplikasikannya sesuai dengan kepentingan pada waktu dan tempat usaha-usaha
tersebut dilakukan.
Tetapi yang jelas banyak aktivitas pengaturan ekonomi yang
dilakukan selama masa kepemimpinan Khulafaur Rasyidin dan Dinasti Umayyah yang
berhubungan dengan subjek ini seperti administrasi tanah kharaj.[2][2] Pengumpulan dan pembayaran zakat,
serta cara para penguasa dan penasehat menggunakan Baitul Maal dalam menangani permasalahan ekonomi pada masa mereka.
Satu hal yang dapat ditangkap dengan jelas adalah bahwa perhatian mereka pada
pemenuhan kebutuhan, keadilan, efisiensi, pertumbuhan, dan kebebasan merupakan
objek utama yang menginspirasikan ekonomi Islam sejak permulaan dulu.
2. Pengertian
Ekonomi Islam
Ekonomi Islam didefinisikan sebagai cabang ilmu yang
membantu merealisasikan kesejahteraan manusia melalui alokasi dan distribusi
sumber daya yang langka, yang sejalan dengan ajaran islam, tanpa membatasi
kebebasan individu ataupun menciptakan ketidakseimbangan makro dan ekonomi
logis.[3][3]
Pandangan islam terhadap masalah kekayaan berbeda dengan
pandangan islam terhadap masalah pemanfaatan kekayaan. Menurut Islam, sarana
sarana yang memberikan kegunaan ( utility ) adalah masalah lain. Karena itu,
kekayaan dan tenaga manusia, dua duanya
merupakan kekayaan sekaligus sarana yang bias memberikan kegunaan ( utility )
atau manfaat. Sehingga, kedudukan kedua duanya dalam pandangan islam, dari segi
keberadaan dan produksinya dalam kehidupan, berbeda dengan kedudukan pemanfaatan serta tata cara
perolehan manfaatnya.
3. Asas
Sistem Ekonomi Islam
Kegunaan ( utility ) adalah
kemampuan suatu barang untuk memuaskan kebutuhan manusia. Karena itu, kegunaan
( utility ) tersebut terdiri dari dua hal :
pertama, adalah batas kesenangan yang bias dirasakan oleh manusia ketika
memperoleh brang tertentu. Kedua,
keistimewaan keistimewaan yang tersimpan pada zat barang itu sendiri, termasuk
kemampuannya untuk memuaskan kebutuhan manusia, dan bukan hanya kebutuhan orang
tertentu saja. Kegunaan ( utility ) ini kadang lahir dari tenaga manusia, atau
lahir dari harta kekayaan, atau lahir dari harta kekayaan, atau dari kedua
duanya sekaligus.
Sesuai dengan fitrahnya, manusia bisa berusaha untuk
memperoleh harta kekayaan tersebut untuk dikumpulkan. Oleh karena itu, manusia
dan harta kekayaan adalah sama sama merupakan alat yang bisa dipergunakan untuk
memuaskan kebutuhan kebutuhan manusia. Dua duanya merupakan kekayaan yang bisa
diraih oleh manusia untuk dikumpulkan. Jadi, kekayaan itu sebenarnya merupakan
akumulasi dari kekayaan dan tenaga. Adapun Asas Sistem Ekonomi Islam adalah
sebagai berikut :
|
|||
|
Prinsip Islam yang dapat dijadikan poros adalah bahwa,
“kekuasaan palinh tinggi hanyalah milik Allah semata (QS, 3:26, 15:2, 67:1) dan
manusia diciptakan sebagai khalifah-Nya di muka bumi,” (QS, 2:30, 4:166,
35:39). Sebagia khalifah-Nya, “manusia telah diciptakan dalam bentuk yang
paling baik. Seluruh ciptaan lainnya seperti matahari, bulan, langit
(cakrawala), telah ditakdirkan untuk
dipergunakan oleh manusia.”
Dapat dikatakan prinsip-prinsip kegiatan Ekonomi Islam
adalah sebagai berikut:
1. Kekuasaan milik tertinggi adalah
milik Allah dan Allah adalah pemilik yang absolute atas semua yang ada
2. Manusia merupakan pemimpin (khalifa)
Allah di bumi tapi bukan pemilik yang sebenarnya.
3. Semua yang didapatkan dan dimiliki
oleh manusia adalah karna seizing Allah, oleh karena itu saudara-saudaranya
yang kurang beruntung memiliki hak atas sebagian kekayaan yang dimiliki
saudara-saudaranya yang lebih beruntung.
4. Kekayaan tidak boleh ditumpuk terus
atau ditimbun.
5. Kekayaan harus diputar.
6. Eksploitasi ekonomi dalam segala
bentuknya harus dihilangkan.
7. Menghilangkan jurang perbedaan antar
individu dapat menghapuskan konflik antar golongan dengan cara membagikan
kepemilikan seseorang setelah kematiannya kepada para ahli warisnya.
8. Menetapkan kewajiban yang sifatnya
wajib dan sukarela bagi semua individu termasuk bagi anggota masyarakat yang
miskin.[5][5]
4. Pandangan
Islam terhadap Ekonomi
Pandangan Islam terhadap masalah kekayaan berbeda dengan
pandangan Islam terhadap masalah pemnfaatan kekayaan. Menurut Islam,
sarana-sarana yang memberikan kegunaan (utility) adalah masalah tersendiri,
sedangkan perolehan kegunaan (utility) adalah masalah lain. Karna itu kekayaan
dan tenaga manusia, dua-duanya merupakan, sekaligus sarana yang bisa memberikan
kegunaan (utility) atau manfaat sehingga, kedudukan kedua-duanya dalam
pandangan Islam, dari segi keberadaan dan produsinya dalam kehidupan, berbeda
dengan kedudukan pemanfaatan serta tata cara perolehan manfaatnya.[6][6]
Karena itu, Islam juga ikut campurtngan dalam masalah
pemanfaatan kekayaan dengan cara yang jelas. Islam, misalnya mengharamkan
beberapa pemanfaatan harta kekayaan, semisal khamer dan bangkai. Sebagaimana
Islam juga mengharamkan pemanfaatan tenaga manusia, seperti dansa,
(tari-tarian) dan pelacuran. Islam juga mengharamkan menjual harta kekayaan
yang haram untuk dimakan, serta mengharamkan menyewa tenaga untuk melakukan
sesuatu yang haram dilakukan. Ini dari segi pemanfaatan harta kekayaan dan
pemanfaatan tenaga manusia. Sedangkan dari segi tata cara perolehannya, Islam
telah mensyariatkan hokum-hukum tertentu dalam rangka memperoleh kekayaan,
seperti hokum-hukum berburu, menghidupkan tanah mati, hokum-hukum kontrak jasa,
industry serta hukum-hukum waris, hibbah,
dan wasiat.
Oleh karena itu, amatlah jelas bahwa Islam telah memberikan
pandangan (konsep) tentang system ekonomi, sedangkan ilmu ekonomi tidak. Dan
Islam telah menjadikan pemnfaatan kekayaan serta dibahas dalam ekonomi. Sementara,
secara mutlak Islam tidak menyinggung masalah bagaiamana cara memproduksi
kekayaan dan factor prodok yang bisa menghasilkan kekayaan.
5. Politik
ekonomi Islam.
Politik ekonomi adalah tujuan yang ingin dicapai oleh
hokum-hukum yang dipergunakan untuk memecahkan mekanisme mengatur urusan
manusia. Sedangkan politik ekonomi Islam adalah jaminan tercapainya pemenuhan
semua kebutuhan primer (bacis needs)
tiap orang secara menyeluruh, berikut kemungkinan taip orang untuk memenuhi
kebutuhan sekunder dan tersiernya sesuai dengan kadar kesanggupannya, sebagi
individu yang hidup dalam sebuah masyarakat yang memiliki gaya hidup (life style) tertentu. Islma memandang
tiap orang secara pribadi, bukan secara kolektif sebagai komunitas yang hidup
dalam sebuah Negara.[7][7] Pertamakali, Islam memandang tiap
orang sebagai manusia yang harus dipenuhi semua kebutuhan primernya secara
menyeluruh. Baru berikutnya, Islam memandangnya dengan kafa sitas pribadinya
untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan sekunder dan tersiernya sesuai dengan kadar
kemampuannya. Kemudian pada saat yang sama, Islam memndangnya sebagai orang
yang terikat dengan sesamanya dalam dalam interaksi tertentu, yang dilaksanakan
dengan mekanisme tertentu, sesuai dengan gaya hidup tertentu pula.
Oleh karena itu, politik ekonomi Islam bukan hanya bertujuan
untuk meningkatkan taraf kehidupan dalam sebuah Negara semata, tanpa
memperhatikan terjamin tidaknya tiap orang menikmati kehidupan tersebut.
Ketika mensyariatkan hukum-hukum ekonomi pada manusia. Islam
telah mensyariatkan hukum-hukum tersebut kepada pribadi. Dengan itu,
hokum-hukum syara’ telah menjamin tercapainya pemenuhan seluruh kebutuhan
primer tiap warga Negara Islam secara menyeluruh, sebagai sandang, pangan, dan
papan. Caranya adalah mewajibkan bekerja tiap laki-laki yang mampu bekerja,
sehingga dia bisa memenuhi kebutuhan-kebutuhan primernya sendiri, berikut
kebutuhan orang-orang yang nafkahnya menjadi tanggungannya. Kalau orang
tersebut suh tidah mampu bekerja, maka Islam mewajib kepada anak-anaknya, serta
ahli warisnya untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan primernya. Atau bila yang
wajib menanggung nafkahnya tidak ada, maka baitul
mal-lah yang wajib memenuhinya.
Jelaslah bahwa Islam tidak memisahkan antara manusia dan
eksistensinya sebagai manusia, serta antara eksistensinya sebagai manusia dan
pribadinya. Islam juga tidak perah memisahkan antara anggapan tentang jaminan
pemenuhan kebutuhan primer yang dituntut oleh masyarakat dengan masalah
mungkin-tidaknya terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan sekunder dan tersier mereka.
Akan tetapi Islam telah menjdikan pemenuhan kebutuhan-kebutuhan tersebut dengan
apa yang dituntut oleh masyarakat sebagai dua hal yang seiring, yang tidak
mungin dipisahkan antara satu dengan yang lain.
Justru Islam menjandikan apa yang ditutuntut oleh masyarakat tersebut
sebagai asa (dasar pijakan) untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang ada.
Islam mendorong manusia agar bekerja, mencari rezeki dan
berusaha. Bahkan Islam telah menjadikan hukum
mencari rezeki tersebut. Adalah fardhu. Allah swt. Berfirman:
“Maka, berjalanlah di segala
penjurunya, serta makanlah sebagian rezeki-Nya.”
(QS. Al-Mulk: 15)
Banyak hadist yang mendorong agar mencari harta. Dalam
sebuah hadist: Bahwa Rasulullah saw telah menyalami tangan Sa’ad bin Mu’adz
r.a., dan ketika itu kedua tangan Sa’ad ngapal
(bekas-bekas karena dipergunakan kerja). Kemudian hal itu ditanyakan oleh Nabi
saw., lalu Sa’ad menjawab: “Saya selalu
mengayunkan skrop dan kapak untuk mencari nafkah keluargaku.” Kemudian
Rasulullah saw. menciumi tangan Sa’ad dengan bersabda: “ (Inilah) dua telapak
tangan yang disukai oleh Allah swt.” Rasulullah saw juga bersabda:
“Tidaklah seseorang makan sesuap
saja yang ebih baik, selain ia makan dari hasil kerja tangannya sendiri.” [8][8]
6. Kaidah
Umum Perekonomian
Dengan membaca hukum-hukum syara’ yang menyangkut masalah
ekonomi tersebut, nampaklah bahwa Islam telah memecahkan masalah bagaimana agar
manusia bisa memanfatkan yang ada. Dan inilah yang sesungguhnya, menurut
pandangan Islam, dianggap masalah ekonomi bagi suatu masyarakat. Sehingga
ketika membahas ekonomi, Islam hanya membahas bagaimana cara memperoleh
kekayaan masalah mengelola kekayaan yang dilakukan oleh manusia, serta cara
mendistribusikan kekayaan tersebut di tengah-tengah mereka. Atas dasar inilah,
maka hukum-hukum yang menyangkut masalah ekonomi dibangun di atas tiga kaidah,
yaitu kepemilikan (property),
pengelolaan kepemilikan, dan distribusi kekayaan di tengah-tengah manusia.[9][9]
Kepemilikan (property),
dari segi kepemilikan itu sendiri, sebenarnyamerupakan milik Allah, dimana
Allah swt adalah Pemilik kepemilikan tersebut, di satu sisi. Serta Allah
sebagai Dzat yang telah dinyatakan sebagai Pemilik kekayaan, di sisi lain.
Dalam hali ini Allah swt berfirman:
“Dan
berikanlah kepada mereka, harta dari Allah yang telah Dia berikan kepada
kalian.”
(QS. An-Nur:33)
Sedangkan tentang
pengolahan kepemilikan yang berhubungan dengan kepemilikan umum (collective property) itu adalah hak
Negara, karena Negara adalah wakil ummat. Hanya masalahnya, As –Syari’ telah
melarang Negara untuk memgelola kepemilikin umum (collective property) tersebut dengan cara barter (mubadalah) atau dikapling untuk orang
tertentu, sementara mengelola denganselain kedua cara tersebut, asal tetap berpijak kepada hokum-hukum, yang telah di
jelaskan oleh syara’, tetap
diperbolehkan. Adapun mengelola yang berhubungan dengan kepemilikan Negara (state property) dan kepemilikan individu
(private property) Nampak jelas dalam
hokum-hukum muamalah, seperti jual-beli, penggadaian dan sebagainya. As-Syari’ juga telah memperbolehkan Negara dan individu
untuk memenej masing-masing kepemilikannya, dengan cara barter (mubadalah) atau diberikan (silah) untuk orang tertentu ataupun
dengan cara lain, asal tetap berpijak kepada hokum-hukum yang telah di jelaskan
oleh syara’.
C. KESIMPULAN
Ekonomi Islam didefinisikan sebagai
cabang ilmu yang membantu merealisasikan kesejahteraan manusia melalui alokasi
dan distribusi sumber daya yang langka, yang sejalan dengan ajaran islam, tanpa
membatasi kebebasan individu ataupun menciptakan ketidakseimbangan makro dan
ekonomi logis.
Prinsip-prinsip
kegiatan Ekonomi Islam adalah sebagai berikut:
1. Kekuasaan milik tertinggi adalah
milik Allah dan Allah adalah pemilik yang absolute atas semua yang ada
2. Manusia merupakan pemimpin (khalifa)
Allah di bumi tapi bukan pemilik yang sebenarnya.
3. Semua yang didapatkan dan dimiliki
oleh manusia adalah karna seizing Allah, oleh karena itu saudara-saudaranya
yang kurang beruntung memiliki hak atas sebagian kekayaan yang dimiliki
saudara-saudaranya yang lebih beruntung.
4. Kekayaan tidak boleh ditumpuk terus
atau ditimbun.
5. Kekayaan harus diputar.
6. Eksploitasi ekonomi dalam segala
bentuknya harus dihilangkan.
7. Menghilangkan jurang perbedaan antar
individu dapat menghapuskan konflik antar golongan dengan cara membagikan
kepemilikan seseorang setelah kematiannya kepada para ahli warisnya.
8. Menetapkan kewajiban yang sifatnya
wajib dan sukarela bagi semua individu termasuk bagi anggota masyarakat yang
miskin.
Ekonomi Islam merupakan racikan
resep ekonomi yang digali dari Al-Qur’an dan Hadits. Sebagai seorang muslim,
kita tidak boleh meragukan kandungan ajaran Al-Qur’an. Namun, kita perlu
merumuskan praktik-praktik ekonomi yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat
tetapi tidak menyalahi prinsip-prinsip yang terkandung dalam Al-Qur’an.
DAFTAR PUSTAKA
An-Nabhani,Taqyuddin, Membangun Sistem Ekonomi Alternatif
Persektif Islam, Risalah Gusti, 1996, Surabaya.
Karim, M.A S.E, Adiwarman. Ir.,Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, The
International Institut of Islamic Thought Indonesia, 2001, Jakarta
Lubis, Ibrahim, H. Drs, Ekonomi Islam Suatu Pengantar, Kalam
Mulia, 1995 Jakarta.
Sholahuddin, M. S.E, M.Si., Asas-asas Ekonomi Islam, PT.Raja
Grafindo Persada, 2007, Jakarta.