Jumat, 24 Agustus 2012

KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM PESISIR


 KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM PESISIR DALAM MENINGKATKAN TINGKAT KESEJAHTERAAN MASYARAKAT PESISIR
 Oleh Yusran Kapludin
 Absract
Absract studi penelitian ini adalah untuk menentukan bagaimana pesisir usaha konservasi sumber daya alam dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir. Sastra review dilakukan dengan metode yang bergantung pada kritis dan mendalam review dari perpustakaan bahan-bahan yang relevan. Konservasi sumber daya pantai adalah salah satu implementasi ekosistem manajemen sumber daya pantai dari kehancuran karena untuk aktivitas manusia, dengan mengeksploitasi memanfaatkan sumber daya pantai untuk kemakmuran terbesar untuk orang-orang dan bangsa % u2019s kemajuan secara terus-menerus. Perencanaan dan manajemen pengembangan sumber daya pantai. Oleh memprioritaskan paradigma pembangunan yang tidak onlyoriented untuk pertumbuhan ekonomi tapi pembangunan berkelanjutan (pembangunan berkelanjutan.).Konsep zona pantai manajemen berfokus pada karakteristik coastalregion itu sendiri, di mana inti dari konsep manajemen zona manajemen adalah kombinasi dari pengembangan adaptif, terintegrasi, lingkungan, ekonomi dan social

 Pendahuluan

Konservasi sumber daya alam hayati adalah pengelolaan sumber daya alam hayati yang pemanfaatannya dilakukan secara bijaksana untuk menjamin kesinambungan persediaannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas keanekaragaman dan nilainya. UU Lingkungan Hidup No. 5 tahun 1990.
Konservasi sumber daya pesisir merupakan salah satu implementasi pengelolaan ekosistem sumber daya  pesisir dari kerusakan akibat aktivitas manusia. Pemenfaatan sumber daya alam di lingkungan konservasi pesisir diatur melalui zona-zona yang ditetapkan sehingga kegiatan – kegiatan yang boleh maupun yang tidak boleh dilakukan termasuk pengunan alat yang dapat merusak populasi ikan dan biota dan menjamin pelestarian perlindungan yang lebih baik untuk keberlanjutan sumber daya alam pesisir. (Supriharyono, 2009; 290).
Degradasi wilayah pesisir akan mengancam kelangsungan ekosistem pesisir dan laut untuk mensupport pengembangan ekonomi Indonesia kedepan.  Meskipun terjadi degradasi lingkungan, Indonesia tidak dapat menghentikan pembangunan sumberdaya pesisir dan laut  karena Negara ini masih membutuhkan pertumbuhan ekonomi untuk mencapai masyarakat yang makmur. Wilayah pesisir adalah suatu wilayah peralihan antara daratan dan lautan (Dahuri dkk., 2004).  Dengan terbatasnya luas lahan dan sumberdaya di daratan serta meningkatnya jumlah penduduk, maka banyak kegiatan pembangunan dialihkan dari daratan ke arah pesisir dan lautan. Sehubungan dengan semakin banyaknya pembangunan yang dilaksanakan oleh pemerintah, swasta dan masyarakat yang mengambil tempat di wilayah pesisir, antara lain untuk budidaya perikanan, pelabuhan, pariwisata, industri dan perluasan kota, maka sering timbul adanya konflik.  Konflik dalam pemanfaatan sumberdaya oleh berbagai sektor yang terjadi pada lokasi yang sama, pada akhirnya menimbulkan kerusakan ekosistem seperti erosi, pencemaran lingkungan dan degradasi lahan.  Pengelolaan kawasan yang bersifat sektoral yang hanya bertujuan untuk memaksimumkan produksi tanpa memperhitungkan keterbatasan daya dukung dan daya tampung lingkungan serta  keterbatasan kemampuan daya asimilasinya, maka akan memicu terjadinya degradasi lingkungan dan menurunnya nilai sumberdaya alam itu sendiri.
Pengelolaan pembangunan wilayah pesisir diperlukan keterpaduan dalam perencanaannya agar sumberdaya bersangkutan terjaga keberlanjutannya. Kegiatan pembangunan di kawasan pesisir dan daratan yang antara lain meliputi pemanfaatan sumberdaya lahan, selain memberikan dampak lingkungan yang positif juga memberikan dampak yang negatif.   Hal positif dari perubahan itu adalah kemajuan yang dirasakan oleh masyarakat, melalui peningkatan ekonomi.  Sedangkan dampak negatif dari perubahan itu adalah tingginya tingkat erosi tanah, timbulnya pencemaran yang mengakibatkan lingkungan menjadi terdegradasi yang berdampak pada perubahan kesejahteraan masyarakat.
Para pakar ekonomi sumberdaya melihat kemiskinan masyarakat pesisir, khususnya nelayan lebih banyak disebabkan karena faktor-faktor sosial ekonomi yang terkait karakteristik sumberdaya serta teknologi yang digunakan. Faktor-faktor yang dimaksud membuat sehingga nelayan tetap dalam kemiskinannya. Hal ini lebih banyak disebabkan karena faktor-faktor sosial ekonomi yang terkait dengan karakteristik sumberdaya serta teknologi yang digunakan.  Disamping faktor-faktor diatas ada juga berupa peluang usaha  nelayan, khususnya di negara berkembang, sangat kecil dan cenderung mendekati nihil. Bila demikian maka nelayan tidak punya pilihan lain sebagai mata pencahariannya. Dengan demikian apa yang terjadi, nelayan tetap bekerja sebagai nelayan karena hanya itu yang bisa dikerjakan. (Nikijuluw Victor P.H., 2001;2-3)
Kemiskinan yang merupakan indikator ketertinggalan masyarakat pesisir ini disebabkan paling tidak oleh tiga hal utama, yaitu (1) kemiskinan struktural, (2) kemiskinan super-struktural, dan (3) kemiskinan kultural.    Kemiskinan struktural adalah kemiskinan yang disebabkan karena pengaruh faktor atau variabel eksternal di luar individu.   Kemiskinan kultural adalah kemiskinan yang disebabkan karena variabel-variabel yang melekat, inheren, dan menjadi gaya hidup tertentu. Kemiskinan kultural adalah tingkat pendidikan, pengetahuan, adat, budaya, kepercayaan, kesetiaan pada pandangan-pandangan tertentu, serta ketaatan pada panutan. Kemiskinan secara struktural ini sulit untuk diatasi. Umumnya pengaruh panutan (patron) baik yang bersifat formal, informal, maupun asli (indigenous) sangat menentukan keberhasilan upaya-upaya pengentasan kemiskinan. (Nikijuluw Victor P.H., 2001;2-3)
 Permasalahan Penelitian.
Penurunan kualitas lingkungan dan munculnya berbagai konflik kepentingan akan menimbulkan gangguan pada keseimbangan ekosistem yang pada gilirannya akan menurunkan tingkat kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan. Atas dasar hal tersebut, masyarakat dan pemerintah semakin menyadari perlunya melakukan pembangunan berkelanjutan untuk menjamin kehidupan yang berkelanjutan pula.  dengan menyeimbangkan antara pembangunan ekonomi dengan  kepentingan menjaga kualitas lingkungan dan ekosistem sehingga tidak melampaui batas kemampuannya, serta keseimbangan pemanfaatan (SDA) dan sumberdaya lahan (SDL) antara generasi sekarang dengan generasi yang akan datang termasuk keadilan sosial dan suatu lingkungan yang sehat.  Salah satu strategi dalam pembangunan berkelanjutan adalah perlunya melakukan suatu konservasi sumberdaya alam pesisir.  Sehingga Masalah Konservasi sumber daya alam pesisir dalam upaya meningkatkan tingkat kesejahteraan menjadi menarik untuk di kaji.
 Metode Penelitian
Metode penelitian ini adalah kajian pustaka yaitu telaah yang dilaksanakan untuk memecahkan suatu masalah yang pada dasarnya bertumpu pada penelaahan kritis dan mendalam terhadap bahan-bahan pustaka yang relevan. dengan cara mengumpulkan data atau informasi dari berbagai sumber pustaka yang di perlukan sebagai sumber ide untuk menggali pemikiran atau gagasan baru, untuk melakukan deduksi dari pengetahuan yang sudah ada, sehingga kerangka teori baru dapat dikembangkan, sebagai dasar pemecahan masalah.
 Pembahasan
Tujuan Konservasi Sumber daya Pesisir
Menurut IUCN(1994) dalam (Supriharyono, 2009; 290-291). Bahwa tujuan kawasan konservasi pesisir yaitu:   1) Melindungi dan mengelola sistem laut dan eustaria supaya dapat bermanfaat secara terus-menerus dalam jangka waktu panjang dan mempertahanan keanekaragaman genetik, 2) Untuk melindungi penurunan, tekanan, populasi dan spesies langka, terutama pengawetan habitat untuk kelangsungan hidup organisme, 3) Melindungi dan mengelola kawasan yang secara nyata merupakan siklus hidup spesies ekonomi penting. 4) Mencegah aktivitas luar yang memungkinkan kerusakan  kawasan konservasi pesisir, 5) Memberikan kesejahteraan secara terus-menerus kepada masyarakat dengan menciptakan kawasan konservasi peisir, menyelamatkan, melindungi dan mengelola kawasan yang mempunyai nilai estetika, budaya serta sejarah, untuk generasi yang akan datang, 6) Mempermudah dalam menginterprestasikan sistem kawasan pesisir untuk tujuan konservasi, pendidikan dan parawisata
Konservasi sumber daya alam pesisir dalam upaya meningkatkan tingkat kesejahteraan masyarakat pesisir
Wilayah pesisir merupakan kawasan yang paling padat dihuni oleh manusia serta tempat berlangsung berbagai macam kegiatan pembangunan. Konsentrasi kehidupan manusia dan berbagai kegiatan pembangunan di wilayah tersebut disebabkan oleh tiga alasan ekonomi yang kuat, yaitu bahwa wilayah pesisir merupakan kawasan yang paling produktif di bumi, wilayah pesisir menyediakan kemudahan bagi berbagai kegiatan, dan wilayah pesisir memiliki pesona yang menarik bagi obyek pariwisata. Hal-hal tersebut menyebabkan kawasan pesisir di dunia termasuk Indonesia mengalami tekanan ekologis yang parah dan kompleks sehingga menjadi rusak. Di Indonesia kerusakan wilayah ini terutama disebabkan oleh pola pembangunan yang terlalu berorientasi pada pertumbuhan ekonomi, tanpa ada perhatian yang memadai terhadap karakteristik, fungsi, dan dinamika ekosistem. Padahal wilayah pesisir dan lautan beserta segenap sumberdaya alam dan jasa-jasa lingkungan yang terkandung di dalamnya diharapkan akan menjadi tumpuan pembangunan nasional pada abad ke-21.
Oleh karana itu diperlukan perbaikan yang mendasar di dalam perencanaan dan pengelolaan pembangunan sumberdaya alam pesisir. Pola pembangunan yang hanya berorientasi pada pertumbuhan ekonomi perlu diganti dengan pembangunan berkelanjutan. Pendekatan dan praktek pengelolaan pembangunan wilayah pesisir yang selama ini dilaksanakan secara sektoral dan terpilah-pilah, perlu diperbaiki melalui pendekatan pengelolaan secara terpadu dan berkelanjutan.
Sementara itu, banyak kawasan- kawasan pesisir di dunia termasuk Indonesia telah mengalami tekanan ekologis yang semakin parah dan kompleks, baik berupa pencemaran, over eksploitasi sumberdaya alam dan pengikisan keanekaragaman hayati, degradasi fisik habitat pesisir, maupun konflik pennggunaan ruang dan sumberdaya.  Bahkan, di beberapa daerah pesisir tingkat kerusakan ekologis tersebut telah mencapai atau melampaui daya dukung lingkungan dan kapasitas keberlanjutan (sustainable capacity) dari ekosistem wilayah pesisir untuk menopang kegiatan pembangunan dan kehidupan manusia di masa-masa mendatang.
Hal ini terutama disebabkan oleh paradigma dan pola pembangunan yang selama ini terlampau berorientasi pada pertumbuhan ekonomi, tanpa adanya perhatian yang memadai terhadap karakteristik, fungsi, dan dinamika ekosistem wilayah pesisir yang menyusun daya dukung dan kapasitas ekosistem ini bagi kelangsungan pembangunan. Padahal seiring dengan pertambahan jumlah penduduk Indonesia, yang diperkirakan akan mencapai 234.2 juta jiwa pada tahun 2010, (Badan Pusat Statistik, 2010) dan kenyataan bahwa sumberdaya di daratan (lahan atas) semakin menipis, maka wilayah pesisir dan lautan beserta segenap sumberdaya alam dan jasa-jasa lingkungan (environmental services) yang terkandung di dalamnya diharapkan menjadi pilar dalam pengembangan perekonomian nasional.
Menurut Suparmoko (2008;179) bahwa sumber daya pesisir merupakan sumber daya milik umum sehingga untuk menentukan harga sangat sukar ditentukan ada dua syarat yang mencirikan sumber daya alam milik bersama atau umum yaitu:
1)        Tidak terbatasnya cara-cara pengambilan
2)        Terdapat interaksi di antara para pemakai sumber daya itu sehingga terjadi saling berebut satu sama lain dan terjadi eksternalitas biaya yang sifatnya disekonomis.
Sumberdaya alam pesisir yang juga merupakan sumberdaya milik bersama (common property) dan terbuka untuk umum (open acces) maka  pemanfaatan sumberdaya alam pesisir dan laut dewasa ini semakin meningkat di hampir semua wilayah. Pemanfaatan yang demikian cenderung melebih daya dukung sumberdaya (over eksploitatiton).  Perkembangan eksploitasi sumberdaya alam laut dan pesisir dewasa ini (penangkapan, budidaya, dan ekstraksi bahan-bahan untuk keperluan medis) telah menjadi suatu bidang  kegiatan ekonomi yang dikendalikan oleh pasar (market driven) terutama jenis-jenis yang bernilai ekonomis tinggi, sehingga mendorong eksploitasi sumberdaya alam laut dan pesisir dalam skala dan intensitas yang cukup besar.( Stanis Stefanus dkk, 2007;67)
Hal ini terjadi karena banyaknya perusahan konsumen yang bebas masuk untuk memanfaatkan sumber daya alam pesisir dengan keinginan untuk memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya, sehingga terjadi ekspansi  produksi yang besar menyebabkan terjadi penumpukan hasil produksi, maka harga jual menjadi turun sementara permintaan terhadap produk atau sumber daya menjadi naik. Sementara dari sisi biaya produksi dengan adanya ekspansi yang berlebihan menyebabkan biaya produksi menjadi meningkat disebabkan adanya biaya marginal yang meningkat karena penyusutan persediaan /cadangan sumber daya alam dan juga tambahan biaya untuk mencari sumber daya baru, dan biaya marginal meningkat karena berdesaknya perusahan dalam merebut sumber daya alam sehingga terjadi eksternalitas dalam biaya  Menurut Purwanto (2003;34), mengatakan bahwa ketersediaan (stok) sumberdaya ikan pada beberapa daerah penangkapan (fishing ground) di Indonesia ternyata telah dimanfaatkan melebihi daya dukungnya sehingga kelestariannya terancam. Beberapa spesies ikan bahkan dilaporkan telah sulit didapatkan bahkan nyaris hilang dari perairan Indonesia. Kondisi ini semakin diperparah oleh peningkatan jumlah armada penangkapan,  penggunaan alat dan teknik serta teknologi penangkapan yang  tidak ramah lingkungan. Secara ideal pemanfaatan sumberdaya ikan dan lingkungan hidupnya harus mampu menjamin keberlangsungan fungsi ekologis guna mendukung keberlanjutan usaha perikanan pantai yang ekonomis dan produkstif.
Menurut (Supriharyono, 2009; 298-302) bahwa setiap perencanaan dan pengelolaan sumber daya pesisir perlu mempertimbangkan beberapa pertimbangan yaitu yang bersifat ekonomi, lingkungan dan sosial budaya. Disamping itu perencana harus menentukan juga informasi atau data penting yang akan di perlukan untuk pengelolaan wilayah pesisir.
1.              Pertimbangan ekonomis
2.              Pertimbangan Lingkungan
3.              Pertimbangan Sosial Budaya
Perilaku masyarakat dalam mengelola pesisir di lokasi masih secara tradisional yaitu dengan penggunaan teknologi penangkapan dan pengolahan hasil perikanan yang sederhana. disamping itu dinamika sosial budaya masyarakat pesisir seperti, kepemimpinan informal, keragaan nelayan, kualitas program pemberdayaan, kompetensi fasilitator, dan kualitas pendukung memiliki pengaruh positif langsung terhadap perilaku nelayan. Serta pemberdayaan masyarakat berpengaruh positif yang nyata terhadap perilaku nelayan dalam meningkatkan kesejahteraan. Pengembangan masyarakat pesisir mengarah pada meningkatnya kualitas hidup nelayan dan keluarganya melalui pengelolaan secara terpadu dengan mengakomodasi kepentingan ekologis, sosial­ budaya, dan ekonomi yang ditekankan pada mekanisme kerja sistem penyuluhan, sistem sosial, dan sistem lingkungan fisiko Sinegitas antara pemerintah, swasta, dan pihak terkait diperlukan guna mengembangkan masyarakat pesisir yang mampu memelihara kondisi pengelolaan bagi kesejahteraan. (S. Amanah et at, 2006; 3
Pengelolaan sumber daya Pesisir Secara Terpadu dan Berkelanjutan
Lebih jauh, suatu pola penggunaan sumberdaya pesisir dan lautan yang menguntungkan masyarakat secara keseluruhan acap kali bertentangan dengan pola penggunaan yang dapat memberikan keuntungan maksimal bagi sektor swasta. Fenomena semacam ini terjadi, karena banyak produk dan jasa-jasa lingkungan yang disediakan oleh ekosistem pesisir bersifat intangible (tidak dapat dirasakan langsung atau belum mempunyai nilai pasar) bagi pihak swasta. Konsep pengelolaan wilayah pesisir adalah fokus pada karakteristik wilayah dari pesisir itu sendiri, dimana inti dari konsep pengelolaan pengelolaan wilayah adalah kombinasi dari pembangunan adaptif, terintegrasi, lingkungan, ekonomi dan sistem sosial. Strategi dan kebijakan yang diambil didasarkan pada karakteristik pantai, sumberdaya, dan kebutuhan pemanfaatannya. Oleh karena itu di dalam proses perencanaan wilayah pesisir, dimungkinkan pengambilan keputusan diarahkan pada pemeliharan untuk generasi yang akan datang (pembangunan berkelanjutan). Idealnya, dalam sebuah proses pengelolaan kawasan pesisir yang meliputi perencanaan, implementasi dan evaluasi, harua melibatkan minimal tiga unsur yaitu ilmuwan, pemerintah, dan masyarakat. Proses alam lingkungan pesisir dan perubahan ekologi hanya dapat dipahami oleh ilmuan dan kemudian pemahaman tersebut menjadi basis pertimbangan bagi pemerintah untuk melaksanakan program pembangunan yang menempatkan masyarakat pesisir sebagai pelaku dan tujuan meningkatkan sosial ekonomi kawasan.
 perencanaan pembangunan pesisir secara terpadu harus memperhatikan tiga prinsip pembangunan berkelanjutan untuk pengelolaan wilayah pesisir yang dapat diuraikan sebagai berikut ;
1.              Instrumen ekonomi lingkungan telah menjadi bagian dari pengambilan keputusan, yang memasukkan parameter lingkungan untuk melihat analisis biaya manafaat (cost benefit analysis)
2.              Isu lingkungan seperti konservasi keanekaragaman hayati menjadi perhatian utama dalam pengambilan keputusan.
3.              Pembangunan berkelanjutan sangat memperhatikan kualitas hidup manusia pada saat sekarang dan masa yang akan datang, termasuk didalamnya adalah sarana pendidikan bagi masyarakat pesisir, penyediaan fasilitas kesehatan dan sanitasi yang memadai, dan mitigasi bencana.
Teori ekonomi sebagai landasan pengambilan keputusan, apa yang harus di produksi, bagaimana caranya, dan bagaimana distribusinya, belum dilakukan secara optimal atas sumber daya pesisir dan laut yang berlimpah. Pemberdayaan masyarakat pesisir terhadap pengolahan sumber daya pesisir dan laut yang berlimpah adalah bagian yang tak terlepas dari pembangunan desa. Yang bertujuan membantu masyarakat untuk dapat membangun dan berkembang atas kemampuan dan kekuatan sendiri dengan berbasis pada pengembangan potensi alam dan lingkungan (Dahuri, dkk, 2004).
Menurut Budiharsono (2005) dalam (Ramli, 2008) bahwa pembangunan wilayah pesisir dan lautan dengan menggunakan pendekatan pembangunan wilayah terpadu sekurang-kurangnya memperhatikan enam aspek, yang merupakan pilar-pilar pembangunan wilayah yaitu  1) Aspek biofisik, 2) Aspek ekonomi, 3)   Aspek kelembagaan, 4) Aspek sosial, politik pertahanan keamanan, 5) Aspek lingkungan, 6) Aspek lokasi
Aspek biogiofisik meliputi kandungan sumber daya hayati, sumber daya non  hayati, jasa-jasa kelautan maupun sarana dan prasarana yang ada di wilayah pesisr dan lautan. Aspek ekonomi meliputi kegiatan ekonomi yang terjadi di wilayah pesisir dan lautan. Aspek sosial budaya politik dan hankam meliputi kependudukan, kualitas sumber daya manusia, posisi tawar (dalam bidang politik) budaya masyarakat pesisir dan lautan serta pertahanan dan keamanan. Aspek lokasi meliputi ruang (spasial) yang berkaitan dengan tempat komoditi kelautan diproduksi, dan bagaimana memperoleh sarana produksi, diolah, dan dipasarkan. Aspek lokasi juga menunjukan keterikatan antara wilayah yang satu dengan wilayah lainnya yang berhubungan dengan aspek sarana produksi, produksi, pengolahan maupun pemasaran. Aspek lingkungan meliputi kajian mengenai bagaimana proses mengambil input dari ekosistem, dapat menimbulkan eksternalitas negatif terhadap kelestarian lingkungan. Aspek kelembagaan meliputi kelembagaan masyarakat yang ada dalam pengelolaan wilayah pesisir dan lautan, dapat juga serangkaian peraturan pusat maupun peraturan daerah dan lembaga-lembaga sosial ekonomi di wilayah pesisir dan laut. Apakah dapat memberikan respon yang positif terhadap pembangunan ekonomi wilayah pesisir dan laut.
Pengelolaan sumber daya perairan laut dengan paradigma baru dalam sistem pemerintahan dari sentralisasi ke disentralisasi, mempunyai makna  (Adisasmita R; 2006) dalam (Ramli, 2008) .1) Pengelolaan berorientasi pada mekanisme pasar (dimand and market driven) 2 ) Pengelolaan berbasis sumber daya dan masyarakat (Resource and Commonity based Development) 3) Pengelolaan tidak harus seragam tetapi harus sesuai kepentingan dan budaya masyarakat lokal. 4) Pengelolaan secara berkeadilan yang dilakukan dengan pendekatan 1) Pendekatan komprehensif (holistik), Multisiktinal dan terpadu , 2) Pendekatan skema spesial , 3) Pendekatan Partisipatif , 4) Pendekatan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan.
Banyak kegiatan pembangunan ekonomi kawasan pesisir yang berlangsung tanpa perencanaan dan pemahaman yang baik dan benar mengenai sumber daya alam dan manusia di kawasan pesisir, akibatnya banyak masalah sosial ekonomi lingkungan yang muncul di kawasan pesisir yang akhirnya mempengaruhi tingkat kesejahteraan masyarakat.
Kesimpulan
Konservasi sumber daya pesisir merupakan salah satu implementasi pengelolaan ekosistem sumber daya  pesisir dari kerusakan akibat aktivitas manusia, dengan memanfaatkan dan mendayagunakan sumberdaya wilayah pesisir bagi sebesar-besar kemakmuran rakyat dan kemajuan bangsa secara berkesinambungan, maka diperlukan perbaikan mendasar di dalam perencanaan dan pengelolaan pembangunan sumberdaya wilayah pesisir. Dengan mengkedepankan paradigma pembangunan yang tidak hanya berorientasi pada pertumbuhan ekonomi melainkan pembangunan berkelanjutan (sustainable development.).
Konsep pengelolaan wilayah pesisir berfokus pada karakteristik wilayah dari pesisir itu sendiri, dimana inti dari konsep pengelolaan pengelolaan wilayah adalah kombinasi dari pembangunan adaptif, terintegrasi, lingkungan, ekonomi dan sistem sosial. Strategi dan kebijakan yang diambil didasarkan pada karakteristik pantai, sumberdaya, dan kebutuhan pemanfaatannya. Oleh karena itu dadalam proses perencanaan wilayah pesisir, dimungkinkan pengambilan keputusan diarahkan pada pemeliharan untuk generasi yang akan datang (pembangunan berkelanjutan).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar