Sabtu, 11 Agustus 2012

Sejarah Dakwah Islam

A.     Menceritakan sejarah pertumbuhan ilmu pengetahuan islam sampai masa Abbasiyah
    Daulah Abbasiyah dalam sebuah Negara yang melanjutkan daulah Umayyah. Dinamakan daulah Abbasiyah karena para pendiri dan para penguasa dinasti ini adalah keturunan Al-Abbas paman nabi Muhammad SAW . Pendiri dinasti ini adalah Abdullah al-Saffah bin Muhammad bin Abdullah bin Al-Abbas.
     Pada saat khalifah Marwan bin Muhammad berkuasa (127-132 H/745-750 M), khalifah terakhir bani Umayyah, gerakan bawah tanah bani Abbasiyah mendapatkan kesempatan yang luar biasa. Hal ini dikarenkan dalam menduduki kursi kekhalifahannya, Marwan bin Muhammad tidak mendapat dukungan dari masyarakat yang ada. Ia menduduki kursi kekhalifahannya hanya dengan ketajaman pedangnya. Dalam masa pemerintahannya, banyak terjadi kekacauan yang sangat sulit diatasi oleh orang-orang yang tidak senang padanya. Dalam melaksanakan gerkannya, Bani Abbas melakukan langkah-langkah politik sebagai berikut.
1.      Menetapkan tiga orang tertinggi, yakni Muhammad bin Ali, Ibrahim bin Ali (Ibrahim bin Imam), dan Abu Muslim al-khurasani.
2.      Menjadikan tiga kota besar menjadi basis gerakan. Mereka menjadikan Hamimah sebagai pusat perencanaan dan organisasi, kota kuffah sebagai kota penghubung, dan khurasn sebagai pusat pusat gerakan praktis.
3.      Menjalankan politik bersahabat dengan bani Umayyah. Bani Abbasiyah tidak memperlihatkan sikap bermusuhan terhadap bani Ummayah. Keadaan ini menunjukan hal yang berbeda pada saat bani Ummayah mendirikan kakhalifahannya, mereka langsung membuka front pertempuran dengan para musuhnya.
4.      Tidak menggunakan nama bani Abbas dalam gerakan, sehingga para penduduk Ali tetap setia kepada gerakan karena sama-sama berasal dari keturunan bani Hasyim.
5.      Menetapkan Abu muslimin al-Khurasani  sebagai pimpinan wilayah Khurasan serta menjalankan politik praktis disana.
     Langkah-langkah yang diambil bani Abbasiyah ini ternyata menhasilkan suatu koalisi yang sangat besar, sehingga tidak dapat dibendung oleh kelompok lain mana pun yang ada pada waktu itu.
     Dibawah pimpinan Abu Abbas al-Saffah, yang menggantikan Ibrahim bin Muhammad dan dihukum mati oleh khalifah Marwah bin Muhammad, mereka dapat menaklukan wilayah-wilayah kekuasaan dinasti Umayyah. Abu Muslim yang diberi tugas menguasai khurasan, berhasil menguasainya. Adapun Abu Abbas sendiri bersama tokoh-tokoh bani Abbasyah lainnya berhasil mengalahkan pasukan dinasti Umayyah pada pertempuran di bagian hulu sungai Zab. Dalam pertempuran yang dimenangkan pasukan Abu Abbas, Marwan bin Muhammad berhasil melarikan diri ke mesir, sedangkan keluarga bani Umayyah dihabisi oleh pasukan dinasti Abbasiyah.
     Masa yang panjang itu dilaluinya tidak dengan pola pemerintahan yang satu dan sama, pola pemerintahannya berubah sesuai dengan perubahan politik, social, budaya, dan penguasa. Berdasarkan perbedaan pola dan dilalui daulah Abbasiyah ini menjadi lima priode.
1.               Periode pertama (132 H/ 750 M – 232 H/847 M)
     Walaupun Abu Al-Abbas adalah pendiri daulah ini, pemerintahannya terlalu singkat, yaitu dari waktu 750 M sampai 754 M. Pembina sebenarnya dari daulah ini adalah Abu Ja’far Al-Mansyur. Dia dengan keras menghadapi lawan-lawanya dari bani Umayyah, Khowarij, dan Syi’ah yang merasa dikucilkan dari kekuasaan. Untuk mengamankan kekuasaannya, totkoh-tokoh besar sezaman dengannya yang memungkinkan menjadi pesaing baginya satu per satu disingkirkannya Abdullah bin Ali dan Splih, keduanya adalah pamannya sendiri yang telah ditunjuk sebagai gubernur dari khali8fah sebelumnya di Syira dan Mesir, Abu Muslimin Al-Khurasani atas perintah Abu Ja’far karena di khawatirkan Abu Muslimin akan menjadi pesaingnya, maka akhirnya dihukum mati oleh khalifah pada tahun 755 M.
      Dasar-dasar pemerintahan daulah Abbasiyah ini telah diletakan dan dibangun oleh Abu Al-Abbas Ja’far Al-Mansyur, maka puncak keemasan dinasti ini berada pada tujuh khalifah sesudahnya, mulai dari masa khalifa Al-Mahidi (775-785 M) hingga khalifah Al-Wasq (842-847 M) popularitasnya daulah Abbasiyah berada dalam zaman khalifah Harun Al-Rasyid (786-809 M) dan putranya Al-Ma’mun (813-833 M).
2.               Periode Kedua (232 H/847 M – 334 H/945 M) 
      Pilihan khalifah Al-Mu’tashim terdapat unsur Turki dalam ketentaraman terutama dilatar belakangi oleh adanya persaingan antara golonganArab dan Persia pada masa Al-Ma’mun da sebelumnya. Al-Mu’tashim dan khalifah sesudahnya, Al- Watsiq, mampu mengendalikan mereka, akan tetapi khalifah Al-mutawakkil yang merupakan awal dari periode ini adalah seorang khalifah yang lemah. Dengan demikian orang-orang Turki mudah merebut kekuasaanya dan akhirnya menjadi mundur.
Factor-faktor yang menyebabkan kemunduran bani Abbas pada periode ini adalah sebagai berikut.
a.   Luasnya wilayah kekuasaan daulah Abbasiah yang dikendalikan sehingga komunikasi lambat.
b.   Dengan professionalisasi para tentara, ketergantungannya kepada mereka menjadi sangat tinggi.
c.    Kesulitan keuangan karena beban pembiayaan tentara bayaran itu sangat besar.
3.               Periode Ketiga (334 H/945 M – 447 H/1055 M)
      Pada periode ini, daulah Abbasiyah berada di bawah kekuasan Bani Buwaih, keaadaan ini lebih buruk dari pada masa sebelumnya, terutama karena Bani Buwaih penganut  aliran syi’ah. Khalifah tidak lebih sebagai pegawai yang diperintah dan diberi gaji.
Bani Buwaih membagi kekuasaanya kepada tiga bersaudarah, yaitu:                                                          
a.      Ali, wilayah bagian selatan negeri Persia.
b.      Hasan wilayah bagian utara
c.       Ahmad wilayah Al-Ahwaz, Wasith, dan Bagdad.
4.                  Periode Keempat (447 H/ 1055 M – 590 H/199 M)
      Periode ini ditandai dengan kekuasaan Bani Saljuk atas daulah Abbasyah. Kehadiran Bani Saljuk ini adalah atas undangan khalifah untuk melumpuhkan Bani Buwaih di Baghdad. Keadaan khalifah membalik, paling tidak karena kewibawaannya dalam bidang Agama kembali setelah beberapa lama dirampas orang-orang syi’ah. Kekuasaan mereka berakhir di Irak di tangan Khawarizm Syah pada tahun 590 H/1199 M.
5.                  Periode Kelima (590 H/1199 M – 656 H/1258 M)  
      Pada periode ini, khalifah Abbasyah tidak berada dibawah kekuasaan suatu dinasti tertentu, yang merdeka dan berkuasa, tetapi hanya di Baghdad, sempitnya wilayah kekuasaan khalifah dan kelemahan politiknya. Pada masa inilah kekuasaan Mongol dan Tatar menghancurluluhkan daulah Abbasyah tanpa perlawanan.
Beberapa factor inter adalah sebagai berikut.
a.      Adanya beberapa faktor yang sehat antara beberapa bangsa yang terhimpun dala daulah Abbasyah, terutama Arab, Persia, Turki.
b.      Adanya konflik aliran pemikiran dalam islam yang sering menyebabkan timbulnya konflik berdarah.
c.       Muncul dinasti-dinasti kecil yang memerdekakan diri dari kekusaan pasal di Baghdad.
d.      Kemerosotan ekonomi ekonomi akibat kemunduran politik.
Beberapa factor ekstern adalah sebagai berikut.
a.      Perang salib yang terjadi beberapa gelombang.
b.      Hadirnya tentara Mongol dibawah  pimpinan Hulago Khan yang terakhir inilah yang secara langsung menyebabkan hancurnya daulah Abbasiyah.

6.                  Tokoh-tokoh Ilmuan dan Perannya Sampai Masa Daulah Abbasiyah.
      Sampai pada masa daulah Abbasiyah banyak sekali tokoh-tokoh ilmuan muslim yang mempunyai peranan penting daulah Abbasiyah ini, antara lain sebagai berikut.
a.      Abdullah al-Saffah bin Muhammad bin Ali bin Abullah bin Al-Abbas, yaitu pendiri daulah Abbasiyah itu sendiri.
b.      Muhammad, yaitu anak dari Ali bin Abullah bin Al-Abbas yang menetapkan tiga kota sebagai pusat gerakan.
c.       Ibrahim al-Imam.
d.      Abu-Musliminal khurasani, dia bias berhasil merebut khurasan.
e.      Al-Mu’tashim, dia memperkuat prajurit-prajurit yang prefesional.
f.        Al-Ma’mun, dia pandai menerjemehkan dari Yunani, filsafat Yunani
g.      Bani Buwaih, dia membagi kekuasaan dalam tiga bersaudara.
h.      Ali, Hasan, dan Ahmad.
i.        Harun Al-Rasyid meningkatkan kemakmuran yang paling tinggi.
j.        Al-Mahdi, meningkatkan perekonomian.
Selain tokoh ilmuan Muslim yang lain, yaitu:
a.      Ibnu Sina
      Ibnu Sina lahir di Bukhara tahun 370 H/980 M, di tempat kelahirannya, ia banayak belajar ilmu pengetahuan umum dan agama Islam. Di bidang ilmu pengetahuan, Ibnu Sina banyak mendalami tentang filsafat, biologi, dan kedokteran.
      Ketika baru berusia 10 tahun, Ibnu Sina sudah hafal Al-Qur’an dengan baik. Menginjak umur 16 tahun, ia sudah terkenal dikalangan masyarakat luas, karena kecerdasannya di bidang ilmu biologi dan kedokteran. Oleh karena itu banyak orang berdatangan ingin belajar kepadanya.
      Pada usia 17 tahun, Ibni Sina di pangil ke istana oleh pangeran Nuh bin Mansyur. Atas rahmat Allah SWT, pangeran Nuh bin Mansyur dapat sembuh. Sejak itu ia mendapat sambutah hangat dari berbagai lapisan masyarakat dan kalangan istana. Ia makin gigih dalam memperdalam ilmu kedokteran.
      Pada usia 20 tahun, Ibnu Sina pindah ke Jurzan. Di kota Jurzan, ia berhasil menulis buku yang berjudul Al-Qanun, buku tentang kedokteran. Buku tersebut di gunakan sebagai buku standar di Universitas politik, ia berkali-kali pindah tempat dan akhirnya sampai di Hamdan hingga meninggal pada tahun 428 H/1073 M.

b.      Al-Farabi
Nama lengkap Al-Farabi adalah Abu Nasr Muhammad bin Muhammad bin Tarkhan bin Uzlag al Farabi. Ia lahir di farab pada tahun 870 M dan meninggal dunia di Aleppo pada tahun 950 M. pada masa kecil, Al Farabi terkenal sebagai anak yang rajin dan cerdas. Ia banyak belajar ilmu agama, bahasa Arab Turki dan Persi.
Al-Farabi menguasai 70 bahasa, sehingga ia banyak menguasai ilmu pengetahuan , yang paling menonjol adalah ilmu mantik, kemahirannya dalam ilmu mantik melebihi gurunya, Arsitoteles. Maka ia mendapat gelar guru ke dua. Setelah Aristoteles merupakan guru pertama.
c.       Ibnu Khaldun
Ibnu Khaldun lahir di Tunisia pada tahun 732 H/1332 M dan meninggal pada tahun 808 H/1406 M, ia termasuk ilmuan muslim di bidang sejarah dan mandapat gelar Bapak Sosiologi islam, buku hasil karangannya yang terkenal berjudul “Muqadimah” buku ini kemudian diterjemahkan kedalam bahasa barat, tebalnya lebih dari 500 halaman.
Muqadimah berisi pembahsan tentang masalah sosial manusia, yang membuka jalan menuju pembahsan ilmu-ilmu sosial. Oleh karena itu, Ibnu Khaldun dipandang sebagai peletak dasar ilmu sosial dan politik islam.
d.      Al-Khawarizm
Al-Khawarizm lahir pada tahun 780 M di Khawarizm Usbekistan dan meninggal Bagdad pada tahun 850 M. nama lengkapnya dalah Abu Ja’far Muhammad bin Musa Al-Khawarizm.
Al-khawarizm termasuk ilmuan muslim yang ahli dalam bidang matematika. Ia terkenal sebagai bapak aljabar. Didunua barat, ia terkenal dengan sebutan Al-Goarosmi atau Al-Gorism. Artinya, aritmatika atau ilmu hitung denagan menggunakan angka arab. Oleh karena itu, maka Al-khawarizm digunakan sebagai cabang ilmu matematika. Selain ahli dibidang  matematika Al-Khawarizm juga ahli di bidang Astronomi dan geografi.     

Tidak ada komentar:

Posting Komentar